Sebuah pemukiman penduduk diyakini pernah ada di
kawasan lereng Gunung Lawu. Namun karena sesuatu hal, pemukiman ini akhirnya
menghilang secara misterius. Sehingga yang tersisa hanyalah benda-benda
peninggalan warganya, yang kemudian banyak dicari pemburu harta karun melalui
ritual penarikan gaib.
UDARA dingin berhembus menembus lebatnya hutan di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura)
Mangkunagoro, yang berada di wilayah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso,
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Dari kejauhan, sekelompok pria terlihat
berjalan beriringan menyusuri jalan setapak yang membelah kawasan hutan
tersebut. Lebatnya hutan yang didominasi tanaman pinus itu memang membuat
kawasan ini terasa begitu asri. Sehingga tak salah bila kemudian banyak
didatangi pengunjung yang ingin melepas penat di sela-sela aktifitas harian
yang begitu padat. Pun demikian dengan rombongan pria asal Kota Solo tersebut.
Namun
rombongan ini bukannya ingin menikmati keindahan alam hutan di lereng Gunung
Lawu tersebut. Lebih dari itu, rombongan yang beberapa di antaranya adalah
spiritualis tersebut sengaja datang ke hutan ini untuk berkunjung ke komplek
Candi Cemoro Pogog. Salah satu tempat di komplek Tahura yang kerap didatangi
mereka yang memiliki tujuan khusus, dalam konteks spiritual.
Dan
rombongan yang berjumlah enam orang itu, juga berniat melakukan laku spiritual
di komplek Candi Cemoro Pogog. Mereka berencana menginap semalam di tempat itu.
Sebab ritual biasanya akan dilakukan saat hari menjelang tengah malam.
Ya,
sebagai bagian dari kawasan lereng Gunung Lawu, di komplek Tahura memang masih
tersimpan banyak situs-situs peninggalan bersejarah, yang selama ini dipandang
keramat oleh masyarakat. Salah satu situs itu adalah Candi Cemoro Pogog.
Tidak Terawat
Candi
ini sendiri baru ditemukan beberapa tahun yang lalu. Dan kondisinya juga nyaris
tak berbentuk. Yang tersisa hanya beberapa lempeng batu, yang merupakan bagian
dari reruntuhan candi. Ada juga susunan batu menyerupai tangga yang diyakini
sebagai pintu masuk candi tersebut.
Nama
Cemoro Pogog sendiri disematkan, karena tepat di dekat candi tersebut terdapat
sebatang pohon cemara yang pogog atau
patah dalam bahasa Jawa. Hal itu biasa dilakukan oleh masyarakat guna
mempermudah upaya mengingat tempat di mana candi itu ditemukan.
Kondisi
yang hampir tak berbentuk memang menyulitkan siapapun yang datang ke tempat ini
untuk melihat bentuk candi yang sebenarnya. Apalagi rimbunnya semak-semak yang
emnutupi pondasi candi, membuatnya hanya terlihat bagaikan sebuah gundukan
tanah yang sangat luas, di tengah jajaran pepohonan raksasa, yang tumbuh di
sekitarnya.
Gunawan,
Kepala Tahura mengatakan bahwa sejauh ini belum ada upaya dari dinas terkait
untuk melakukan rekonstruksi terhadap temuan candi tersebut. Dia sendiri tidak berani
melakukan upaya-upaya yang lebih, karena dikhawatirkan akan merusak
bagian-bagian pentinmg dari bangunan tersebut.
“Sejauh
ini upaya lami hanya sebatas melakukan penbersihan di sekitar lokasi candi.
Kami belum berani melakukan penggalian atau apapun yang lebih jauh. karena
sudah ada pihak yang lebih berwenang (Balai pelestari Peninggalan Purbakala /
BP3),” jelasnya saat ditemui depthINFO.com di kantor
Tahura.
Karena
kondisi yang nyaris terbengkalai itulah, maka lokasi candi ini lebih banyak
dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki tujuan tertentu, untuk melakukan
semacam wisata spiritual. Di sini kerap ditemui beberapa orang tengah melakukan
meditasi atau olah batin yang lain, dengan berbagai macam tujuan. Namun
sebagian besar menurut Gunawan adalah melakukan upaya penarikan pusaka secara
gaib. Sebab di tempat ini diyakini tersimpan banyak benda peninggalan
purbakala, yang kemungkinan tersembunyi di alam gaib.
Upaya
penarikan pusaka ini sendiri dilakukan karena di tempat ini memang kerap
ditemukan berbagai benda peninggalan masa lalu. Baik itu berupa perhiasan
maupun berbagai bentuk jimat atau pusaka. Yang terkadang juga muncul meski
tanpa harus melakukan upaya spiritual.
Hal
ini bisa terjadi karena diduga bahwa komplek Candi Cemoro Pogog dulunya adalah
sebuah komplek pemukiman. Selain karena banyaknya temuan berbagai gerabah
peralatan rumah tangga kuno, Hal ini diperkuat dnegan cerita tutur dari
masyarakat setempat. Yang menyebutkan, kalau di tengah Tahura dulu pernah ada
desa yang hilang.
Konon
desa itu adalah desa pertama yang ada di lereng Gunung Lawu, dan merupakan
pemukiman dari masyarakat yang membangun candi-candi di wilayah Gunung Lawu.
Dugaan ini merujuk pada bentuk candi-candi tersebut yang masih relative
sederhana. Yang menunjukkan bahwa bangunan-bangunan itu diduga dibangun jauh
sebelum jaman Majapahit, seperti yang selama ini diyakini masyarakat.
Artinya
bahwa candi-candi tersebut dibangun oleh masyarakat yang jauh lebih dulu ada
dari Majapahit. Sedangkan pihak Majapahit hanya sebatas menambahkan
ornament-ornamen tertentu di beberapa bagian, sebagai bagian dari upaya
melakukan rekonstruksi terhadap candi-candi tersebut. Dan hal itulah yang
kemudian memunculkan pandangan bahwa candi-candi tersebut dibangun di era
Majapahit.
![]() |
Kawasan Cemara Pogog |
Desa Yang Hilang
“Masyarakat
sini yakin kalau dulu pernah ada sebuah pemukiman semacam desa yang ada di
tengah hutan. Walaupun mereka tidak tahu di mana persisnya desa itu, namun
semenjak ditemukannya Candi Cemoro Pogog, banyak yang meyakini kalau desa itu
berada di sana. Apalagi dikuatkan dnegan berbagai temuan benda kuno serta
pengakuan orang-orang yang telah melakukan upaya spiritual, guna melakukan
deteksi gaib terhadap tempat itu,” jelas Hariadi, salah seorang staff di kantor
Tahura.
Cerita
tentang desa yang hilang memang cukup kuat berkembang di kawasan Gunung Lawu,
termasuk terkait dnegan pasar setan yang konon ada di sekitar puncak Gunung
Lawu. Yang mana diyakini bahwa para pelaku transaksi di pasar setan itu adalah
warga dari desa yang hilang tersebut. Yang mana sebenarnya mereka masih ada,
namun telah berada dalam dimensi yang berbeda. Sehingga tidak bisa melakukan
kontak dengan manusia biasa.
Hilangnya
pemukiman itu sendiri diduga merupakan bagian dari misteri yang menyelimuti kawasan
Gunung Lawu. Sebab sebagai tempat yang diyakini sebagai pusat kekuatan gaib
tanah Jawa, banyak fenomena-fenomena ganjil yang kerap terjadi di kawasan ini.
Termasuk munculnya sinar gaib dari Candi Sukuh yang membentuk semacam gerbang
gaib menuju ke angkasa.
“Dulu
katanya pada malam-malam tertentu, dari Candi Sukuh itu keluar sebuah sinar
yang membentuk semacam pintu gerbang di langit. Meski tidak semua orang bisa
menyaksikan, namun banyak yang pernah melihatnya. Yang mana hal itu diyakini
sebagai pintu gerbang alam gaib, yang bisa membawa siapa saja memasuki dimensi
lain dalam kehidupan ini. dan hal itu juga yang kemungkinan terjadi pada para
penduduk di desa yang hilang itu,” ungkap Hariadi.
Hariadi |
Banyak
warga yang meyakini bahwa penduduk desa yang hilang itu tersedot masuk kea lam
lain melewati sinar misterius dari Candi Sukuh. Ada pula yang menyebutkan bahwa
para penduduk itu sebenarnya memang dari bangsa mahluk gaib, yang mendapat
tugas khusus membangun candi di Gunung Lawu. Sehingga saat turun ke bumi, wujud
mereka benar-benar menjadi manusia biasa. Dan begitu setelah seluruh tugas
selesai, mereka ditarik kembali ke alamnya semula. Dan beberapa benda yang
pernah mereka gunakan selama hidup di bumi, ditinggalkan begitu saja. Yang
kemudian ditemukan oleh masyarakat saat melintasi tempat di mana pemukiman itu
berada.
“Biasanya
kalau ada orang yang mau ritual, mereka akan menginap di sana. Kebetulan di
tempat itu ada sebuah gubug yang dibangun oleh seorang pengunjung. Yang
kemudian dijadikan tempat menginap bagi para pengunjung lain saat datang untuk
ritual,” jelas Hariadi.
Dan
selain mendapatkan beberapa benda yang diyakini peninggalan penduduk gaib
tempat itu, tak jarang pula yang mengaku bertemu dengan sosok-sosok misterius.
Seperti yang pernah dialami oleh Margo Saptono, salah seorang polisi hutan yang
bertugas di Tahura ini.
“Saat
itu saya tiba-tiba melihat seorang pria muda berpakaian seperti seorang
bangsawan, lengkap dengan perhiasan yang bagus-bagus. Pria itu tersenyum saat
menatap saya. Namun sebentar kemudian saat saya menoleh, ternyata dia sudah
hilang. Mungkin dia adalah sosok raja atau tokoh masyarakat dari desa yang
hilang itu. Yang sengaja masih ingin menunjukkan eksistensinya,” terangnya. //
0 Komentar