Selain kerusakan
alam yang membuat habitatnya semakin terdesak, suara tembakan poksay kuda cukup
memikat para penghobi burung kicauan untuk memeliharanya. Karena dipandang
bagus untuk master burung kicauan yang lain.
Burung poksay
termasuk salah satu jenis burung berkicau yang memiliki banyak varian. Bahkan tak
hanya yang berada di luiar negeri, yang berada di Indonesia pun tercatat ada
beberapa jenis burung poksay. Di antaranya adalah Poksay Jambul Putih, Poksay
Mantel, Poksay Genting/Mandarin, Poksay Hitam serta Poksay Kuda.
Dan seperti
pada umumnya keluarga poksay yang lain, poksay-poksay local juga dikenal
memiliki kicauan dengan suara yang keras dan lantang. Karena itulah banyak juga
para penghobi burung kicauan yang mengoleksi beberapa jenis burung poksay local
ini sebagai peliharaan. Demi mengobati kerinduan akan suara poksay import yang
harganya masih sangat tinggi.
Harga pokay
local memang relative jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan poksay import.
Itu setelah ada kebijakan untuk menutup keran import burung dari luar negeri beberapa
tahun lalu, akibat penyebaran penyakit. Selain itu, dari segi suara, poksay local
memang relative tidak bisa menandingi keindahan suara poksay import terutama
jenis tompel (pipi putih) ataupun hwamei. Karena itulah, untuk soal harga,
poksay local cenderung tidak terlalu tinggi. Apalagi pada saat musim, berbagi
jenis poksay local akan membanjiri pasar burung di berbagai daerah. Sehingga tentu
saja hal itu berpengaruh pada harga jualnya.
Dan dari
sekian banyak jenis poksay local yang selama ini banyak dijual di pasar, ada
satu jenis yang jarang dan nyaris tidak pernah dijumpai di pasar burung. Dia adalah
Poksay Kuda atau yang bernama latin Garrulax
Rufifrons. Hal ini karena populasi burung ini sudah semakin menurun di
habitatnya. Sehingga jangankan untuk melihatnya di pasar burung, di habitat
aslinya saja keberadaan burung poksay kuda sudah nyaris susah ditemukan.
Berbeda dengan beberapa jenis poksay local yang
lain, yang hidup di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Poksay kuda adalah
satu-satunya jenis poksay yang hidup di Pulau Jawa, tepatnya di sekitar kawasan
Gunung Slamet hingga ke wilayah Jawa Barat. Dan sebagai burung endemic Pulau
Jawa, poksay kuda kerap menjadi incaran para kolektor yang akhirnya semakin
mengancam habitatnya di alam liar.
Poksay
kuda sendiri memiliki dua rasa tau subspecies, yang dibedakan berdasarkan
wilayah persebarannya. Yang pertama adalah Garrulax rufifrons rufifrons (Lesson, 1831), yang mendiami wilayah pegunungan di Jawa
barat hingga Banten. Sedangkajn yang kedua adalah Garrulax rufifrons
slamatensis (Siebers, 1929), yang tersebar di bagian tengah pulau Jawa,
terutama Gunung Selamet.
Ciri-ciri fisik poksay kuda sendiri
secara umum bisa digambarkan dengan ukuran tubuhnya yang relative lebih besar
bila dibandingkan dnegan jenis poksay local yang lain. Warna bulu tubuh pada
bagian atas coklat zaitun sedangkan bagian bawahnya agak kekuningan. Lalu ada
warna kemerahan di bagian dahi dan dagu. Iris mata berwarna jingga kekuningan,
paruh hitam, dan kaki hijau kecoklatan.
Dibandingkan dengan jenis poksay
lain yang cenderung bersuara besar dan ngebass, poksay kuda justru cenderung memiliki
suara yang nyaring dan melengking. Sehingga hampir mirip dengan hwamei, yang juga
sama-sama keluarga poksay, namun bersuara nyaring dan keras. Hanya saja tentu
untuk kualitasnya tidak bisa dibandingkan. Karena suara poksay kuda cenderung
monoton dengan tembakan-tembakan panjang kombinasi dengan besetan kasar dan sesekali mirip ringkikan kuda. Dan
karena suara mirip ringkikan kuda inilah yang lantas membuatnya disebut dengan poksay kuda.
Namun demikian justru suara tembakan
inilah yang membuat burung ini menjadi salah satu pilihan bagi para penghobi
burung kicauan yang membutuhkan burung master. Sebab warna suara yang hampir
mirip dengan suara cililin tersebut dipandang cukup bagus sebagai isian untuk
burung-burung kicauan yang lain. Karenanya ada beberapa penghobi yang kemudian
memilih untuk memelihara burung ini sebagai salah satu burung master. Salah satunya
adalah Suwaji, asal Surabaya.
“Kalau poksay lain suaranya
cenderung bikin takut burung. Tapi tidak dnegan poksay kuda. Karena justru
suaranya bisa untuk master. Suaranya bagus buat isian murai, cendet, lovebird
ataupun cucak hijau. Apalagi kalau pas lagi nembak panjang,” jelasnya.
Hanya saja seiring berjalannya waktu
yang diikuti dengan semakin tingginya tingkat kerusakan hutan, serta perburuan
liar terhadap burung ini, membuat populasi poksay kuda semakin menurun. Karena itulah
pemerintah menetapkan burung ini sebagai salah satu burung langka yang harus
dilindungi. Ini didasarkan pada PP Nomor 7 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990. Sehingga masyarakat
diharapkan tidak melakukan perburuan terhadap burung ini. Dan kalaupun akan
dipelihara, disarankan untuk tujuan konservasi. //
0 Komentar