Demi perbaikan kondisi bangsa ke depan, beberapa tokoh masyarakat bersama mantan petinggi TNI AD melakukan ziarah ke Astana Giribangun bertepatan dengan peringatan keluarnya supersemar.
HUJAN deras mengiringi lantunan doa dan
puja mantera yang dipanjatkan Sri Eko Sapta Wijaya, saat berziarah di makam
almarhum Presiden RI ke 2, H.M. Soeharto. Di depan pusara yang berada di
komplek Makam Astana Giribangun, Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
ini, pria tambun yang dikenal sebagai seorang budayawan itu, tampak didampingi
oleh beberapa tokoh mantan petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dan salah
satunya adalah Jenderal (purn) George Toissuta, yang pernah menjabat sebagai
Kepala Staff TNI Angkatan Darat (Kasad) serta Pangkostrad, di masa kepemimpinan
presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sri Eko yang juga akrab disapa Eko
Galgendu sengaja menggandeng beberapa mantan petinggi TNI untuk mengikuti
ziarah ke makam Soeharto, tepat pada tanggal 11 Maret. Hal ini menurutnya
sebagai bagian dari upaya untuk mengenang kembali sejarah masa silam. Di mana
pada tanggal tersebut, Mayjend. Soeharto menerima Supersemar dari Presiden
Soekarno. Yang berarti sebagi pelimpahan wewenang, untuk mengendalikan keadaan
negara yang saat itu sedang kacau, usai peristiwa 30 September 1965.
Berbagai macam sesaji diarak menuju bangunan utama Astana Giribangun untuk menandai dimulainya ritual |
Acara yang diberi tema ziarah supersemar
ini sendiri bertujuan untuk mengingatkan kembali akan makna dari supersemar.
Yang merupakan wujud amanah dari rakyat untuk sebuah upaya perbaikan. Di mana
saat ini kondisi negara dan masyarakat juga dinilai sedang kurang baik, karena
terjadi berbagai gejolak, baik sosial dan politik yang berujung pada gejolak
ekonomi.
Karena itulah, menurut Eko seluruh
elemen masyarakat, terutama para pemimpin pemerintahan, perlu untuk meneladani
dan mengingat kembali amanah dari supersemar itu. Agar kondisi negara ke depan,
dalam hal ini kesejahteraan rakyat bisa senantiasa terjaga dengan baik.
Usai pembacaan doa dan mantera yang
merupakan bagian dari ritual bodronoyo maneges itu, Eko bersama rombongannya
melakukan ritual tabor bunga di atas pusara Soeharto. Semerbak bau harum bunga
mawar merah dan putih, bercampur melati, langsung tercium di seluruh ruangan
bangunan utama Astana Giribangun. Yang tentu menambah sakral ritual yang baru
pertama kali dilakukan itu.
“Ziarah sendiri menurut pandangan saya
berasal dari kata jirah yang bermakna ageman. Yang mana dengan ziarah
supersemar ini, kami berharap agar nilai-nilai dari supersemar itu bisa
digunakan sebagai ageman atau pakaian pelindung, untuk menata bangsa dan negara
ke depan, agar lebih baik,” jelas Eko kepada depthINFO.com, usai pelaksanaan
ziarah.
Tak jauh beda dengan yang disampaikan
Eko, George Toisutta juga mengajak para generasi muda untuk mengenang sejarah
terutama terkait supersemar. Sebab kemunculan supersemar itu sendiri adalah
untuk memulihkan kondisi yang saat itu sedang kacau. Hanya saja dia enggan
berkomentar saat ditanya apakah kondisi saat ini sama dengan kondisi yang
terjadi pada tahun 1965.
“Silahkan masyarakat berasumsi sendiri.
Saya tidak mau mengatakannya. Karena yang merasakan tentu masyarakat sendiri,”
jawabnya singkat.
Eko (kiri) mendampingi George Toisutta melakukan ritual tabur bunga di atas makam Soeharto |
Kebangkitan
Ekonomi
Setelah seluruh rangkaian acara di
komplek Astana Giribangun selesai, rombongan lantas bergerak menuju Kampung
Prawit di Kota Solo. Yang mana merupakan kampong tempat tinggal Eko Galgendu.
Dan di sini Eko membagi-bagikan bingkisan kepada warga sekitar yang kurang
mampu. Yang mana kegiatan itu juga dijadikan titik awal pelaksanaan program
wiramas atau wirausaha masyarakat.
“Saya ingin masyarakat kecil bisa
berdaya secara ekonomi, karena itu pada April mendatang program wiramas akan
kita laksanakan. Yang juga ditandai dengan penyelenggaraan Car Free Day di
kawasan Kampung Prawit. Sehingga masyarakat bisa berjualan atau sekedar
memamerkan hasil karya mereka. Agar ke depannya bisa memberi dampak positif
secara ekonomi,” ungkapnya di hadapan para warga Kampung Prawit.
Rangkaian acara ziarah supersemar ini
kemudian ditutup dengan pelaksanaan ritual ngunjuk tirta perwitasari di depan
makam KGPAA Mangkunegara VI, di komplek Astana Utara Nayu. Yang merupakan salah
seorang tokoh yang dipandang sebagai penyelamat Kadipeten Mangkunegaran dari
kebangkrutan ekonomi, dengan kebijakan efisiensi yang luar biasa. Dan hal ini
agaknya menginspirasi para tokoh termasuk Eko Galgendu, untuk ikut membantu
menyelamatkan negara dari kebangkrutan ekonomi, karena hutang yang semakin
banyak.
![]() |
Eko memimpin ritual ngunjuk tirto perwitasari di depan makam KGPAA Mangkunegara VI |
Dipimpin oleh seorang spiritualis yang
menyediakan dua buah kelapa muda, ritual di dalam cungkup makam KGPAA
Mangkunegara VI terasa begitu sakral. Kepulan asap dupa dan kemenyan tampak
memenuhi seluruh ruangan, menebarkan aroma yang khas, hingga menciptakan
suasana yang hening dan khusyu.
Di depan pusara Raja yang berkuasa dari
1899 hingga 1928 ini, Eko tampak membaca bait-bait mantera dan doa. Yang isinya
adalah harapan agar tercipta ketenangan dan kesejahteraan di masyarakat. yang
selanjutnya disambung dengan minum air kelapa muda secara bergantian, yang
dilakukan oleh seluruh pelaku ritual.
Bahkan beberapa warga lain yang ikut
menyaksikan ritual itu, tampak berusaha untuk ikut meminum air kelapa muda itu.
sebab mereka yakin, bahwa energy doa dan mantera yang terpanjat dalam ritual
itu menyatu dalam air kelapa. Sehingga kemudian diyakini bisa membawa
keberkahan bagi yang meminumnya.
“Terlepas dari sejarah yang
menyertainya, kata Mangkunegara bagi saya memiliki makna yang sangat dalam.
Gelar ini tidak bisa disandang oleh sembarang orang. Sebab seorang pemimpin
hendaknya memang bisa selalu mangku rakyatnya, sampai kemudian rakyat itu bisa
benar-benar berdaya. Hal ini sebagaimana orangtua yang memangku anaknya, hingga
kemudian dilepaskan agar mandiri saat sudah dewasa. Dan harapan saya juga
seperti itu, terutama untuk kebangkitan ekonomi. Yang kemudian saya wujudkan
dalam program wiramas,” pungkas Eko. //IR
0 Komentar