Berbagai upaya dilakukan oleh para seniman wayang
orang untuk terus bertahan di tengah perkembangan dunia hiburan yang semakin
banyak menawarkan varian.
GELAK TAWA dan tepuk tangan yang begitu
meriah diberikan para alumni SMA Negeri 6 Jakarta yang memenuhi Gedung Teater
Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, saat menyaksikan rekan-rekan
mereka mementaskan pagelaran wayang orang. Maklumlah, sebagai pemain wayang
amatir, tentu penampilan para alumni ini seringkali harus salah, terutama dalam
dialog. Sebab dengan pakem bahasa Jawa yang khusus, tentu tidak semua di antara
mereka bisa melafalkannya dnegan baik. Sehingga sesekali membuat para penonton
tergelitik untuk tertawa karena mendapati mereka salah ucap.
Untunglah dalam pertunjukkan itu diback up
oleh para anggota kesenian wayang orang Bharata Purwa yang sudah berpengalaman
puluhan tahun dalam melestarikan kesenian tradisional ini. Sehingga beberapa
kesalahan kecil yang terjadi bisa tertutup dnegann baik. Dan justru bisa
dikondisikan menjadi bagian dari joke-joke yang menghibur.
Ya, grup wayang orang Bharata Purwa saat
ini memang menjadi salah satu dari tiga kelompok wayang orang yang masih
bertahan di tengah gempuran kebudayaan baru. Karena itulah berbagai upaya terus
dilakukan para anggota kelompok ini, untuk bisa tetap bertahan demi
melestarikan tradisi warisan nenek moyang itu. Salah satunya dengan
berkolaborasi dnegan kelompok-kelompok kesenian lain agar tetap bisa
mengenalkan kesenian wayang orang.
Kesenian wayang orang sendiri merupakan
salah satu kesenian khas Jawa yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu.
Disebutkan pertama kali diciptakan oleh KGPA Mangkunegara I pada abad 1731,
kesenian ini awalnya anya diperuntukkan sebagai hiburan terbatas bagi para
kerabat keraton. Karena merupakan hiburan eksklusif, para pemainnya kebanyakan
adalah para abdi dalem.
![]() |
Salah satu pementasan kesenian wayang orang di Taman Ismail Marzuki, Jakarta |
Namun seiring berjalannya waktu, terutama
terjadinya krisis ekonomi di masa pemerintahan KGPA Mangkunegara VI, maka
hiburan wayang orang di dalam keraton mulai ditiadakan. Dan untuk menekan
biaya, para pemainnya dipensiunkan. Sehingga demi tetap mempertahankan kesenian
ini, para pemain itu lantas membentuk kelompok-kelompok baru dan pentas di
berbagai tempat di luar keraton.
Adalah Gan Kam seorang pengusaha keturunan
Tionghoa yang disebut-sebut pertama kali memelopori pertunjukkan wayang orang
secara komersil. Memanfaatkan para jebolan pemain wayang orang dari Keraton
Mangkunegara, Gan Kam lantas membentuk sebuah kelompok wayang orang yang
dipentaskan dalam sebuah panggung proscenium seperti pertunjukkan opera Barat.
Di sini para penonton dikenakan biaya untuk menyaksikan pertunjukkan.
Bersamaan dengan masa pemerintahan Sinuhun
Pakubuwono X di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, sang raja lantas memberikan
tempat di kawasan Kebon Rojo atau Taman Sriwedari untuk lokasi pementasan.
Sehingga dibangunlah sebuah bangunan khusus untuk pementasan kesenian ini,
yang akhirnya menjadi cikal bakal grup wayang orang Sriwedari.
Dari grup yang dibentuk Gan Kam serta
beberapa pecahan pemain eks wayang keraton Mangkunegara, maka terbentuklah
banyak grup baru yang tersebar di seluruh wilayah Jawa. Hanya saja seiring
perjalanan waktu, perkembangan kesenian wayang orang harus tergerus perubahan
zaman. Kesenian yang pernah merasakan masa keemasan di era 1960-1980 an ini
akhirnya semakin ditinggalkan penggemarnya. Dan kini nyaris hanya tersisa tiga
grup, yang terbilang masih tetap eksis di tengah kondisi yang cukup
memprihatinkan. Grup itu di antaranya:
Sriwedari
Kelompok wayang orang Sriwedari bisa
dibilang sebagai kelompok tertua yang sampai saat ini masih tetap eksis.
Berdiri pada sekitar bulan Juli 1911 di Kota Solo, saat ini usianya sudah
memasuki 108 tahun. Dan sebagai grup wayang orang tertua, Sriwedari pernah merasakan
masa keemasan yang luar biasa. Bahkan di jamannya, kelompok ini kerap diundang
oleh Presiden Soekarno untuk tampil di istana.
![]() |
Gedung Wayang Orang Sriwedari, Solo |
Menempati sebuah bangunan permanen yang
cukup megah di kawasan Taman Sriwedari sebagai tempat pementasan, grup ini
sempat mengalami mati suri karena semakin berkurangnya penonton. Hingga di era
kepemimpinan walikota Joko Widodo, dilakukan revitalisasi termasuk mengangkat
beberapa anggota kelompok ini menjadi pegawai negeri sipil. Tujuannya untuk
tetap melestarikan seni pertunjukkan ini, tanpa harus tergantung pada jumlah
penonton yang masuk.
Hal ini cukup efektif untuk menjadi daya
tarik bagi para wisatawan yang datang. Meski sempat mengalami beberapa kali
pentas tanpa penonton, saat ini jumlah penonton sudah mulai cukup banyak. Yang
tentunya hal itu bisa menjadi apresiasi tersendiri bagi para pemain, untuk
terus meningkatkan daya kreatifitas mereka dalam berkesenian.
Ngesti Pandawa
Grup wayang orang berikutnya adalah Ngesti
Pandawa yang bermarkas di Taman Budaya Raden Saleh Semarang. Sama seperti
Sriwedari, Ngesti Pandawa juga sempat merasakan masa keemasan luar biasa hingga
diundang oleh Presiden Soekarno pentas di istana. Semua tentu tidak lepas dari
ketenaran grup yang didirikan oleh Sastro Sabdo di Madiun pada 1 Juli 1937 ini.
Bahkan dari ketenaran itu pula, Ngesti
Pandawa sempat menjadi ikon dari Kota Semarang. Hanya saja seiring perjalanan
waktu dan gempuran budaya baru dari luar, popularitas grup ini juga ikut
menurun. Sempat berpindah-pindah markas sebagai tempat pementasan, akhirnya
pada 2001 pemerintah daerah setempat memberikan tempat di kawasan Taman Budaya
Raden Saleh pada grup ini, yang selanjutnya ditempati hingga sekarang. Oleh
pemerintah setempat grup ini dierikan ijin pentas tiga kali dalam seminggu.
Namun karena berbagai pertimbangan, grup ini hanya menggelar pementasan di tiap
Sabtu malam.
Bharata Purwa
Grup Bharata Purwa bisa dibilang
satu-satunya grup wayang orang yang ada di ibukota Jakarta dan bertahan hingga
sekarang. Didirikan pada 5 Juni 1972, grup ini tetap bertahan demi pelestarian
kesenian tradisional di masyarakat. Karena itulah, dalam pementasan yang
digelar tiap Sabtu malam di Gedung Kesenian Bharata Purwa, kawasan Senen,
Jakarta Pusat para anggotanya disebut-sebut tampil tanpa honor. Sehingga untuk
keseharian, mereka akan bekerja dengan berbagai profesi.
Namun berbeda dengan grup Ngesti Pandawa
serta Sriwedari yang sudah banyak diisi orang-orang baru, Bharata Purwa justru
diisi oleh anggota yang berasal dari regenerasi anggota sebelumnya. Artinya
para anggota yang baru adalah anak turun dari anggota sebelumnya, yang memang
sejak kecil sudah digembleng secara khusus sebagai seniman wayang orang.
Sehingga ikatan persaudaraan di antara mereka menjadi sangat kuat.*Rd
0 Komentar